LOMBOK TENGAH - Sungguh memilukan hati ketika bantuan pangan yang seharusnya meringankan beban masyarakat justru disalahgunakan. Di Desa Barabali, Kecamatan Batukliang, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, sebuah kasus dugaan korupsi dalam penyaluran bantuan pangan cadangan beras pemerintah tahun 2024 telah terbongkar.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah, pada Kamis (30/10/2025), mengambil langkah tegas dengan menahan tiga orang tersangka yang diduga terlibat dalam perkara pidana ini. Langkah ini diambil setelah tim jaksa penuntut umum menyatakan berkas perkara yang diserahkan oleh Kepolisian Resor Lombok Tengah telah lengkap secara formil maupun materiil, sebuah sinyal bahwa kasus ini siap dibawa ke meja hijau.
Kasi Intel Kejari Lombok Tengah, I Made Juri Imanu, mengonfirmasi bahwa proses tahap kedua, yaitu penyerahan tersangka beserta barang bukti, telah dilaksanakan pada hari yang sama. Barang bukti yang diamankan sungguh mencengangkan, meliputi dokumen-dokumen penting, buku catatan kecil, uang tunai senilai Rp22.300.000, serta ratusan karung beras yang seharusnya sampai ke tangan warga yang membutuhkan.
"Dari Kepolisian Resor Lombok Tengah dengan barang bukti berupa dokumen, buku catatan kecil, uang dengan total sebesar Rp22.300.000, satu karung warna putih yang berisi beras sebanyak 57, 80 kg, satu karung warna putih dengan motif garis hijau yang berisi beras sebanyak 63, 80 kg dan 307 karung, " ungkapnya.
Ketiga tersangka, yang diidentifikasi dengan inisial LAJ dan GHE, kini harus menjalani masa penahanan selama 20 hari di Lapas Kelas II A Lombok Barat. Sementara itu, tersangka berinisial K ditempatkan di Lapas Perempuan Mataram. Penahanan ini merupakan konsekuensi dari dugaan perbuatan mereka yang diperkirakan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp126.937.920. Kerugian yang begitu besar ini tentu menyisakan tanya, bagaimana bantuan yang seharusnya menyejahterakan justru lenyap tak berbekas.
Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf b, Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman yang lebih berat juga mengintai melalui subsidier Pasal 3 yang serupa, yang diperkuat dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, menegaskan bahwa persekongkolan dalam kejahatan ini tidak akan luput dari sanksi hukum. (PERS)

Updates.